Rafik gugat balik atas kerugian yang di alaminya pasca penahananya dan berharap keputusan yang adil

ARGUMEN.CO KOTAMOBAGU- Kasus dugaan perusakan hutan yang menjerat Rafik A. Mokoginta, warga Desa Bilalang 1, Kecamatan Kotamobagu Utara, masih menjadi perbincangan hangat hingga kini. Pada awal tahun 2023, ia ditangkap oleh Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Seksi III Manado atas tuduhan perusakan hutan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel). Kasus ini menyeretnya ke dalam pusaran hukum hingga harus menjalani masa penahanan.

Rafik sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara, berkas perkaranya kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tomohon selama beberapa bulan, ia mendekam di balik jeruji besi menanti keputusan dari Pengadilan Negeri (PN) Tondano.

Beruntung setelah melewati proses persidangan yang panjang, Rafik akhirnya dibebaskan oleh PN Manado. Hakim menyatakan bahwa ia tidak terbukti bersalah atas tuduhan perusakan hutan.

Keputusan ini menjadi angin segar bagi Rafik dan keluarganya, namun tidak serta-merta menghapus trauma yang ia alami akibat penahanan tersebut.

Kasus ini sempat viral di tingkat nasional, terutama setelah insiden pengusiran sejumlah wartawan dari Kantor Gakkum KLHK Wilayah III Manado yang kala itu dipimpin oleh William Tengker. Dalam tayangan di Kompas TV, empat wartawan dari berbagai media, termasuk Rachman Rahim (Kompas TV), Fandi Rafah Kamaru (TV One), dan Juandri Mokodompit (SCTV), dilarang mengambil gambar serta melakukan wawancara terkait kasus Rafik.

Tak lama setelah insiden tersebut, William Tengker mengalami rotasi jabatan. Meski belum ada pernyataan resmi mengenai alasan rotasi ini, namun banyak spekulasi bermunculan di tengah masyarakat alasan rotasi yang diduga  dikarenakan akibat penegakan hukum yang keliru.

Meskipun telah bebas, Rafik masih menghadapi berbagai permasalahan akibat dampak dari kasus yang menimpanya. Ayah 3 orang anak perempuan itu melalui kuasa hukumnya justru berbalik mengajukan gugatan ganti rugi terhadap pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab atas penderitaannya.

Gugatan tersebut mencakup ganti rugi atas nama baik serta barang sitaan, termasuk kayu yang mengalami kerusakan. Selain itu, akibat penahanannya, usaha Rafik turut terdampak. Truk miliknya yang dibeli secara kredit harus ditarik kembali oleh pihak finance karena ia tidak dapat membayar cicilan selama berada di dalam tahanan.

Dalam wawancara singkat pada Senin, 5 Agustus 2024 lalu, salah satu kuasa hukum Rafik, A. Mokoginta, mengonfirmasi adanya gugatan tersebut. Beberapa pihak yang turut digugat antara lain Gakkum KLHK Seksi III Manado, Kejaksaan Negeri Minahasa, Kepala Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Saat ini, Rafik masih menunggu putusan dari Pengadilan Negeri Tondano yang bakal digelar Rabu Minggu ini.

“Kalau tidak berhalangan, putusan pengadilan nanti akan digelar pada Rabu minggu ini,”ujar Rafik ke media ini Senin 3 Februari 2025.

Ia berharap hakim yang memimpin sidang dapat mempertimbangkan tuntutan ganti rugi atas kerugian yang dialaminya, termasuk dampak penyitaan kendaraan pribadinya akibat usaha yang terbengkalai.

“Saya percaya Hakim dapat memberikan keputusan yang adil atas tuntutan dari kasus yang saya hadapi saat ini,”kata Rafik.

Kasus Rafik Mokoginta menjadi salah satu contoh bagaimana warga biasa bisa terseret dalam pusaran hukum yang panjang dan berliku. Meskipun telah bebas, proses mencari keadilan masih terus ia perjuangkan.

Apakah ia akan mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialaminya? mata publik kini tertuju pada putusan Pengadilan Negeri Tondano.

Terbebas dari Tuntutan Perusakan Hutan Rafik Balik Menggugat Berharap Keputusan Yang Adil PN Tondano

iSketsa,Sulut – Kasus dugaan perusakan hutan yang menjerat Rafik A. Mokoginta, warga Desa Bilalang 1, Kecamatan Kotamobagu Utara, masih menjadi perbincangan hangat hingga kini. Pada awal tahun 2023, ia ditangkap oleh Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Seksi III Manado atas tuduhan perusakan hutan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel). Kasus ini menyeretnya ke dalam pusaran hukum hingga harus menjalani masa penahanan.

Rafik sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara, berkas perkaranya kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tomohon selama beberapa bulan, ia mendekam di balik jeruji besi menanti keputusan dari Pengadilan Negeri (PN) Tondano.

Beruntung setelah melewati proses persidangan yang panjang, Rafik akhirnya dibebaskan oleh PN Manado. Hakim menyatakan bahwa ia tidak terbukti bersalah atas tuduhan perusakan hutan.

Keputusan ini menjadi angin segar bagi Rafik dan keluarganya, namun tidak serta-merta menghapus trauma yang ia alami akibat penahanan tersebut.

Kasus ini sempat viral di tingkat nasional, terutama setelah insiden pengusiran sejumlah wartawan dari Kantor Gakkum KLHK Wilayah III Manado yang kala itu dipimpin oleh William Tengker. Dalam tayangan di Kompas TV, empat wartawan dari berbagai media, termasuk Rachman Rahim (Kompas TV), Fandi Rafah Kamaru (TV One), dan Juandri Mokodompit (SCTV), dilarang mengambil gambar serta melakukan wawancara terkait kasus Rafik.

Tak lama setelah insiden tersebut, William Tengker mengalami rotasi jabatan. Meski belum ada pernyataan resmi mengenai alasan rotasi ini, namun banyak spekulasi bermunculan di tengah masyarakat alasan rotasi yang diduga dikarenakan akibat penegakan hukum yang keliru.

Meskipun telah bebas, Rafik masih menghadapi berbagai permasalahan akibat dampak dari kasus yang menimpanya. Ayah 3 orang anak perempuan itu melalui kuasa hukumnya justru berbalik mengajukan gugatan ganti rugi terhadap pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab atas penderitaannya.

Gugatan tersebut mencakup ganti rugi atas nama baik serta barang sitaan, termasuk kayu yang mengalami kerusakan. Selain itu, akibat penahanannya, usaha Rafik turut terdampak. Truk miliknya yang dibeli secara kredit harus ditarik kembali oleh pihak finance karena ia tidak dapat membayar cicilan selama berada di dalam tahanan.

Dalam wawancara singkat pada Senin, 5 Agustus 2024 lalu, salah satu kuasa hukum Rafik, A. Mokoginta, mengonfirmasi adanya gugatan tersebut. Beberapa pihak yang turut digugat antara lain Gakkum KLHK Seksi III Manado, Kejaksaan Negeri Minahasa, Kepala Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Saat ini, Rafik masih menunggu putusan dari Pengadilan Negeri Tondano yang bakal digelar Rabu Minggu ini.

“Kalau tidak berhalangan, putusan pengadilan nanti akan digelar pada Rabu minggu ini,”ujar Rafik ke media ini Senin 3 Februari 2025.

Ia berharap hakim yang memimpin sidang dapat mempertimbangkan tuntutan ganti rugi atas kerugian yang dialaminya, termasuk dampak penyitaan kendaraan pribadinya akibat usaha yang terbengkalai.

“Saya percaya Hakim dapat memberikan keputusan yang adil atas tuntutan dari kasus yang saya hadapi saat ini,”kata Rafik.

Kasus Rafik Mokoginta menjadi salah satu contoh bagaimana warga biasa bisa terseret dalam pusaran hukum yang panjang dan berliku. Meskipun telah bebas, proses mencari keadilan masih terus ia perjuangkan.

Apakah ia akan mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialaminya? mata publik kini tertuju pada putusan Pengadilan Negeri Tondano.(FM)

Related posts